foto bareng pengasuh

foto bareng pengasuh

BAPAK PENGASUH

BAPAK PENGASUH

KH.drs Anis Manshur Arsyad

KH.drs Anis Manshur Arsyad

PONDOK PESANTREN NADWATUL BANIN WAL BANAT

SELAMAT DATANG DI PONDOK PESANTREN NADWATUL BANIN WAL BANAT

Senin, 26 Januari 2009

tentang ponpes

Pondok Pesantren Nadwatul Banin-Nadwatul Banat didirikan oleh Almarhum Almaghfurlah KH. Arsyad Ilyas kurang lebih pada tahun 1950an H. yang saat ini di asuh / dipimpin oleh putranya H. Anis Manshur.

Sepanjang rentang sejaranya pondok pesantren Nadwatul Banin – Nadwatul Banat konsisten berbuat untuk memperjuangkan syiar Islam yang diwujudkan kedalam aktivitas keagamaan.

Seiring perkembangan zaman, maka Pondok Pesantren Nadwatul Banin – Nadwatul Banat berupaya mengembangkan metode-metode pengajiannya yang diantaranya mengadakan Madrasah Diniyyah yang merupakan pengajian berjenjang dari kelas I sampai kelas III dengan materi yang tentunya berbeda sesuai dengan jenjangnya masing-masing.

5 komentar:

  1. woy klo buat cerita buat pondok yang bagus dong, jangan buru-buru. coba tolong di beresin lagi yach...... biar ada manfaat dan peminat untuk para alumni.
    klo ga minta tolong sama kang udin suruh buatin brosur kegiatan nadwatul banin wal banat yach......... jangan lupa di beresin yach..........?

    BalasHapus
  2. oy ded nanti kasih foto lingkungan N-B yach....... yang banyak biar seru ox coy........

    BalasHapus
  3. Dalam sejarah perjuangan umat Islam Indonesia, terutama pada masa perjuangan kemerdekaan, santri dan ulama merupakan salah satu ujung tombak pergerakan melawan penjajah. Dalam perang 10 Nopember 1945 di Surabaya, misalnya, kaum ulama mengeluarkan Resolusi Jihad yang disuarakan oleh K.H. Hasyim Asy’ari sehingga umat Islam bangkit melawan penjajah dengan perhitungan mati syahid. Di Aceh, kaum ulama yang sebagiannya juga tokoh tareqat mempelopori perang melawan penjajah pada masa dulu. Hikayat Perang Sabil merupakan syair yang digubah para ulama Aceh untuk mengobarkan semangat jihad dan mati syahid bagi rakyat Aceh dalam mengusir kaum kaphe (kafir) atau penjajah.

    Ulama dan santri merupakan dua senyawa yang sangat akrab di telinga masyarakat Islam di Indonesia. Fakta ini pula yang menjadikan perkembangan Islam di Indonesia sangat khas dan unik. Clifford Geertz, umpamanya, adalah salah seorang antropolog asing yang akrab dengan Indonesia. Ia meneliti tentang priyayi, santri, dan abangan di sebuah daerah di Jawa Timur. Sungguh banyak peneliti asing yang menjadi ahli Indonesia, khususnya sebagai pakar mengenai dunia santri atau dunia Islam di Indonesia.

    Abdul Munir Mulkhan dalam buku Runtuhnya Mitos Politik Santri: Strategi Kebudayaan dalam Dakwah Islam (1994: 1) menjelaskan bahwa kata “santri” dalam khasanah kehidupan bangsa dan masyarakat Islam di Indonesia memiliki dua makna. Pertama, menunjuk ke sekelompok peserta sebuah pendidikan pesantren atau pondok. Kedua, menunjuk ke akar budaya sekelompok pemeluk Islam sebagaimana juga dimaknai oleh Clifford Geertz. Tulisan ini mengacu pada santri dalam pengertian pertama yang dibuat oleh Mulkhan tersebut.

    Menurut Mulkhan –berdasarkan definisi kedua–, santri sebagai golongan merupakan lapisan minoritas Muslim di tengah mayoritas pemeluk Islam. Namun, dalam berbagai kesempatan, lapisan ini mencerminkan kecenderungan perilaku sekitar 140 juta pemeluk Islam di Indonesia, khususnya di bidang politik. “Jika semula status mereka di tengah komunitas Muslim dan masyarakat Indonesia ditentukan oleh posisi ekonomi dan latar belakang pendidikannya, setelah lebih 40 tahun Indonesia merdeka, golongan ini telah mengalami banyak perubahan, baik di bidang ekonomi maupun politik,” tulis Mulkhan.

    Citra Dunia Santri

    Sekarang, sudah 60 tahun lebih Indonesia merdeka, peran politik dan ekonomi santri tentu kian berubah dalam pengertian yang lebih baik atau mungkin sebaliknya. Apalagi, situasi ekonomi dan politik Indonesia pascakemerdekaan mengalami pemusatan pada agen-agen pengusaha dan penguasa nasional. Pada masa akhir Orde Baru dan masa reformasi, situasi ekonomi dan politik nasional sangat ditentukan oleh agenda-agenda politik dan ekonomi negara-negara kaya. Pemerintah dan rakyat Indonesia memikul utang luar negeri yang tinggi dan bersamaan dengan itu juga dilanda wabah penyakit korupsi yang kian menggila.

    Khusus masyarakat muslim Indonesia, tentu saja masih disergap penyakit anti-Islam yang datang dari sejumlah kalangan masyarakat dan pemerintah Indonesia sendiri. Sentimen anti-Islam belakangan ini datang lagi dari negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan sekutunya. Kasus penangkapan dan penahanan Abu Bakar Ba’asyir (Majelis Mujahidin Indonesia) dan tuduhan bahwa pesantren telah menjadi sarang kaum teroris hingga rencana pemerintah mengawasi atau mengontrol dunia pesantren pada masa Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI merupakan sebagian contoh nyatanya.

    Santri dan dunia pesantren dipenuhi citra atau stigma yang menakutkan, sementara sedikit sekali media massa atau lembaga kemasyarakatan yang berusaha mengangkat sisi yang sesungguhnya dari dunia santri dan pesantren. Akibatnya, masyarakat santri di pesantren dipandang oleh masyarakat umum nonpesantren dalam dua pemahaman yang merugikan.

    Pertama, masyarakat santri di pesantren dipahami sebagai kelompok yang semata-mata berlajar agama dan kitab-kitab Islam tanpa peduli pada masalah-masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat umum.

    Kedua, dunia santri dan pesantren dicitrakan sebagai dunia yang tertutup atau eksklusif sehingga dekat dengan keterbelakangan, kekumuhan, dan kebodohan atas perkembangan dunia modern.

    Pada sisi lain, tokoh-tokoh santri dari pesantren yang telah mengorbit menjadi tokoh nasional, baik sebagai politisi, intelektual atau cendekiawan, pengusaha, dan da’i tak sepenuhnya bisa meluruskan citra santri dan dunia pesantren yang sudah dicap negatif tadi.

    Dalam kaitannya dengan perang citra di atas, masyarakat Islam dari kalangan santri maupun nonsantri jelas-jelas berhadapan dengan “kebathilan (musuh) yang tidak kelihatan”. Kebathilan yang tidak tampak itu tentulah tidak serupa dengan sosok kaum penjajah di zaman penjajahan sebab ia hidup dalam format kekuatan modal (uang), sains dan teknologi, serta ideologi (atau pemikiran filosofis yang rasional dan gampang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari). Berbagai karya tulis, hasil riset, media cetak dan elektronik langsung siar, barang-barang kebutuhan hidup langsung saji dari pabrik, teknologi dunia maya seperti internet atau handphone (HP), dan lain-lain merupakan hasil dahsyat dari kekuatan modal (uang), sains dan teknologi, serta ideologi tersebut.

    BalasHapus
  4. Sikap Santri Masa Kini

    Secara emosional mungkin kita akan menyikapi masalah di atas dengan tindakan kekerasan atau teror. Tentu saja ada pengecualian atas tindakan teror atau bom bunuh diri yang dilakukan oleh para pejuang muslim di negara Palestina, Irak, atau Afghanistan atas penjajahnya. Secara terang, kita akan membedakan masalah-masalah tersebut dalam situasi damai dan situasi perang. Pada masyarakat Islam di Indonesia masa kini jelaslah sedang berada dalam situasi damai.

    Oleh sebab itu, respon kaum muslim atas berbagai citra negatif di atas mesti dilakukan secara produktif. Umpamanya, kita membuat tulisan ilmiah atau melakukan penelitian yang bertujuan menjelaskan karakter masyarakat muslim dalam hidup sehari-hari. Bisa juga kita membuat teknologi tepat guna dan murah untuk menggiling singkong menjadi kerupuk atau merancang model pertanian sayur-mayur dengan pupuk kompos (tanpa pupuk kimia) dan lain-lain. Intinya, kita melakukan semua hal agar dapat digunakan oleh orang banyak tanpa membedakan agama, suku, dan status sosial. Kaum santri memiliki peluang besar untuk bereksperimen melakukan kegiatan amal-usaha tersebut. Dengan demikian, kita telah menerapkan (setelah menghapal!) salah satu sikap hidup dalam Islam, yaitu “sedikit berbicara dan banyak bekerja untuk kebaikan”. Lantaran itu, biarlah orang lain menilai bahwa sikap hidup dalam Islam bukanlah kekerasan atau teror.

    Masih banyak yang bisa dilakukan kaum santri sebagai salah satu lapisan kekuatan agama Islam dan kebudayaan Indonesia. Para santri bisa menjadi pelopor perdamaian atau menjadi pencetus solidaritas sosial dalam masyarakat ketika bangsa Indonesia mengalami berbagai konflik dan bencana alam.

    Di samping terus mengkaji dan mengembangkan nilai-nilai Islam di pesantren sebagai tugas pokok, kaum santri dapat saja menyumbangkan amal-ibadahnya untuk kemajuan bangsa Indonesia. Suatu waktu, kaum santri mungkin akan membangun kekuatan ekonomi di tingkat desa sehingga bisa membuka lapangan kerja sekaligus menerapkan prinsip-prinsip dalam Islam tentang gaji buruh, zakat harta, tanggung jawab lingkungan, dan seterusnya.

    Mungkin harapan di atas terlalu berat dan berlebihan, tetapi para santri bisa menyusun agenda amal-ibadah atau amal-usaha sesuai pemikirannya sendiri dan berdasarkan situasi serta kondisi lingkungannya masing-masing. Kenyataan yang tidak bisa diingkari oleh kita saat ini bahwa bangsa Indonesia sedang dilanda musibah nasional berupa bencana alam dan kemiskinan permanen yang diderita oleh sebagian rakyat. Pada bagian lain, sebagian besar pejabat pemerintah dari tingkat pusat hingga daerah mengidap penyakit korupsi. Tindakan korupsi tersebut sudah difatwakan haram oleh para ahli fiqh dalam beberapa tahun terakhir ini. Namun, tentu saja kita tidak bisa menyeret pelaku korupsi itu dalam pengadilan syari’ah sebab Indonesia merupakan negara multikultur dan agama (bukan negara Islam). Kita hanya bisa mengampanyekan cara hidup yang Islami, yaitu menghindari memakan barang haram atau menghindari memakai fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. Sikap hidup dalam ber-Islam sesungguhnya banyak terhampar luas dalam kisah para Nabi Allah dan kisah para sahabat Rasulullah Muhammad SAW.

    Dalam sejarah kekhalifahan Islam pun banyak terdapat rujukan mengenai akibat pemerintahan yang korup dan dampak positif pemerintahan yang adil-sejahtera. Sebagai contoh, Abu Dzar al-Ghiffari adalah salah seorang tokoh pembela orang miskin pada masa pemerintahan Utsman bin Affan yang dijangkiti korupsi. Abu Dzar sendiri tak pernah silau pada harta dan kekuasaan. Ia pun wafat dalam kesepian dan kemelaratan, tetapi jiwanya bergelimang cahaya kehormatan dan kemuliaan. Lebih mengagumkan lagi, ia selalu didukung dan ditemani oleh istrinya yang tak kalah zuhud-nya.

    Untuk kaum muslimin di Indonesia, khususnya para santri, mungkin perlu bercita-cita menjadi orang kaya-raya sehingga bisa membangun industri dengan gaji buruh yang maha tinggi. Melalui kekayaan itu, sang muslim atau sang santri kelak bisa pula membangun dunia pertanian atau membuka usaha perdagangan yang melibatkan banyak pekerja dengan hak-hak yang maha layak.

    Banyak hal yang bisa dicita-citakan dan ini bukan mengkhayal, sebab cita-cita itu merupakan rencana hidup dengan ukuran-ukuran yang kita buat sendiri. Kalau cita-cita untuk kebaikan atau demi orang banyak, mana mungkin Allah Swt tidak mempertimbangkannya. Jadi, tidak salah, bukan?

    BalasHapus
  5. Kau tersenyum bahagia saat gelombang melipat jasadku

    Kau menangis saat mutiara menghujaniku

    Kini aku tertawa, manakala ia tersenyum

    Aku bersedih saat kau yang tersenyum


    Kau lari terbirit ketenggara

    Membawa seorang pecinta yang bodoh nan suci

    Kau berbangga dengan kebodohannya

    Memaksa agar ia berkata ada cinta

    Kau kira aku percaya?

    Aku memang bangga ketika kau tertawa bimbang

    Kau saja yang bodoh!

    Membawa majnun kedasar samudra di era yang gila


    Jangan menangis dan menyesal didepanku

    Cari kasihmu yang bodoh dan tersakiti

    Aku telah berdosa untuk mencintaimu

    Aku telah mengganti tangis dengan tawa


    Jangan salahkan dia!

    Dia sama bodohnya dengan kasihmu yang tolol

    Hanya kita berdua tahu

    Kita berdua yang berdosa

    Biarkan ia kita miliki, sampai tahu dan menerima

    Sekarang pergilah!, atau kau ingin aku pergi dulu ?

    Jangan pernah bertemu lagi

    Kita sama-sama gila, bahagia dan sakit

    Tersenyumlah dalam jeritku dan jeritmu






    komentar (0)

    TOP
    Link ke posting ini


    Aku Yang Menanamnya
    Diposkan oleh www.cinta-syamsudin@blogspot.com



    Laksana badai menerpa perahu besi raksasa

    Menghacurkan dan mengkaramkannya kedasar samudera

    Itulah saat badai berputar membawa pesan darimu

    Kau berkata panjang dalam deretan duka

    “Aku disini telah bahagia bersama orang lain

    Damai dan jangan kau lemparkan cintamu lagi

    Lelah tak berdaya aku terpedaya oleh kasih sayangmu

    Yang kau beri dan sekarang berubah menjadi duri

    Saat bunga dimusim panas mekar bersemi

    Cintamu hanya akan menusuk perasaan diantara taman bunga


    Aku percaya kebun anggur yang kita tanam

    Telah memabukan hati selama itu…

    Namun, semua telah terlambat

    Seorang asing telah datang membawa ember

    Dan menyiram kebun yang kau tanam

    Pria itu kini tidak asing, pria itu dirimu

    Dirimu yang kunantikan tidap pernah datang

    Sehingga aku menggantinya atau menganggapnya

    Salahkah aku, menggantimu karena kau hanya diam

    Saat kebun ini butuh air segar agar tetap tumbuh”


    Cinta, aku masih ingat kata yang kau ucapkan itu

    Kura-kura payah itu membisikanku

    Agar aku kembali mengejarmu dengan menunganginya

    Bodohkan aku? Mengejar kijang dengan si kura-kura

    Kau yang berkata terlambat

    Kau yang menyuruhku cintaku lari

    Aku tak bisa apa kecuali berteriak dan menangis

    Silahkan kau hardik dan marahi aku sepuasnya

    Bencipun taka pa

    Satu yang harus kau miliki dari untaian kebohonganku

    Aku bangga pernah menanam bunga untukmu

    Walaupun kebun itu kini kalian siram

    Namun, satu tanaman bunga itu takkan pernah mati

    Karena itulah kebun itu ada, dariku





    Senin malam, Desember 2008



    Aku Bangga Pernah Mencintaimu


    Serigala hina itu ikut lari

    Terbirit bersembunyi di arah utara bersama diriku

    Ketika kau berteriak

    Jangan ganggu aku dengan kedamaian kami

    Aku bahagia dengan kekasihku


    Cinta, aku tersinggung

    Juga berbalas teriak

    Aku diriku…

    Yang tidak pernah berhenti mengejarmu

    Walau lautan berubah menjadi api

    Tapi takkan mampu membakar sya’ir

    Dimana bait-baitnya kita susun


    Cinta, kau memaksa dan marah

    Mengusirku bagai kucing lapar mencuri ikanmu

    Kau bangun tabir raksasa untuk memisahkan kita

    Kau belah bumi agar aku menghilang

    Hingga aku menyerah dan tersenyum darah


    Cinta, tidak usah laut emosi tumpah

    Tak apa namaku telah terhapus

    Tak apa cinta telah padam

    Tak apa kasih sayang telah terbang

    Tak apa cinta, itu memang pantas

    Buat pecinta seperti diriku

    Yang tolol bodoh dan tak berarti

    Ijinkan satu untukmu

    Biarkan aku bangga pernah memilikimu





    Senin malam, Desember 2008






    komentar (0)

    TOP
    Link ke posting ini


    Sekarang kita berpisah
    Diposkan oleh www.cinta-syamsudin@blogspot.com

    Lihat bunga itu!

    Sekarang mekar saat tangan kita tak pantas mengelusnya

    Meraba dan menyiramnya agar tetap mekar

    Aku masih merasakan harum wanginya

    Bagaimana dengan kau cinta?

    Cinta! Masikah kau merasakannya?

    Cinta, dimana kau? Lihat bunga ini!


    Aku tidak gila tapi aku tidak sadar

    Aku ingat betul karang keras ditengah ombak itu

    Kau mengatakan itu cinta kita ?

    Kau tersenyum dan melingkarkan jari kelingkingmu

    Sedangkan aku mengangguk-angguk

    Memegang tanganmu sembari melempar awan

    Dengan batu kerikil yang memercikan air

    Terjatuh karena tidak sampai menyentuhnya


    Eh, cinta kamu ingat tidak ?

    Pelangi yang menggurat langit

    Saat itu kau marah dan cemberut

    Padahal aku hanya bilang

    Keindahan pelangi laksana cintamu padaku

    Yang hadir sesaat menghiasi kehidupan

    Oh, betapa cantiknya saat kau cemberut

    Betulkan cinta?

    Cinta……..

    Cinta……. Kamu kemana?

    Aku masih disini

    Cinta, kau telah pergi?

    Cinta.... pergilah dan tersenyum


    komentar (0)

    TOP
    Link ke posting ini


    Kebimbangan
    Diposkan oleh www.cinta-syamsudin@blogspot.com




    Saat Akal beku tak menentu
    Mendebarkan jantung mengombang-ambing hati

    Mencarut marut tirani

    Mencari kebenaran menutup kalbu

    Dengan naluri yang terselimuti kelabu


    Perasaan itu tidak pernah lenyap

    Berteriak memanggil dengan sayup

    Memangsa diri sendiri

    Korbankan jiwa yang suci

    Membakar jawaban sang indera

    Atau menentukan akal yang tak percaya

    Tak berdaya, tak kuasa dan tak terasa

    Hati ini guncang bagai diterjang gelombang

    Yang datang beradu silih berganti

    Mengikis mengiris karang keras nun teguh

    Memaksa berkata siapa yang kuat dan hebat


    Ia kutinggalkan dan ia mengejar

    Ia kudatangi dan ia mengejar

    Sungguh aku pasrah terkapar

    Bagai badan yang tertampar-tampar

    Aku menjerit membelah nuansa tegar

    Meremukan hati yang telah pudar

    Dipaksanya untuk gentar

    Tapi ia menganggap ia paling benar


    Aku bimbang diantara pilihan

    Aku mati diantara keputusan

    Aku terikat jeruji paksaan






    komentar (0)

    TOP
    Link ke posting ini


    Kebimbangan
    Diposkan oleh www.cinta-syamsudin@blogspot.com




    Saat Akal beku tak menentu
    Mendebarkan jantung mengombang-ambing hati

    Mencarut marut tirani

    Mencari kebenaran menutup kalbu

    Dengan naluri yang terselimuti kelabu


    Perasaan itu tidak pernah lenyap

    Berteriak memanggil dengan sayup

    Memangsa diri sendiri

    Korbankan jiwa yang suci

    Membakar jawaban sang indera

    Atau menentukan akal yang tak percaya

    Tak berdaya, tak kuasa dan tak terasa

    Hati ini guncang bagai diterjang gelombang

    Yang datang beradu silih berganti

    Mengikis mengiris karang keras nun teguh

    Memaksa berkata siapa yang kuat dan hebat


    Ia kutinggalkan dan ia mengejar

    Ia kudatangi dan ia mengejar

    Sungguh aku pasrah terkapar

    Bagai badan yang tertampar-tampar

    Aku menjerit membelah nuansa tegar

    Meremukan hati yang telah pudar

    Dipaksanya untuk gentar

    Tapi ia menganggap ia paling benar


    Aku bimbang diantara pilihan

    Aku mati diantara keputusan

    Aku terikat jeruji paksaan






    komentar (0)

    TOP
    Link ke posting ini


    Ketika Akal Dan Hati Berbicara
    Diposkan oleh www.cinta-syamsudin@blogspot.com

    Jangan kau tuduh aku menuduh mereka

    Para pencari Tuhan yang tak pernah binasa

    Bukan pula mereka

    Penghuni gua-gua gelap tak bercahaya

    Mereka yang selalu bertarung dan berniaga

    Seakan dirinya Tuhan atau ia yang pengada


    Dia, akal dan hatiku memang berkata

    Berkata tentang suka duka dan cipta

    Dari sebuah cinta yang kini binasa

    Binasa atas nama bahagia

    Memaksa hati menjadi kiblatnya

    Membuka akal yang tak berdaya

    Semua di paksa tak berirama

    Membuang aku katanya

    Sebab dia aku menderita


    Hati dan akal tetaplah karang

    Tidak akan hilang dan melayang

    Bersembunyi di balik tuhan pun dihadang

    Semua telah Dia berikan dengan kasih sayang

    Lantas kenapa, mereka kau buang

    Yang sekarang hinggap di jiwa yang malang

    Kau bukan gunung yang menjulang

    Mampu menindas sukma sampai hilang

    Laksana hutan yang ditebang

    Mengusir semua binatang jalang


    Bukan akal dan hatimu yang salah

    Kau bilang karena cinta yang patah

    Hingga dirimu dan diriku kehilangan arah

    Bagaikana raga ditinggalkan ruh

    Hancur binasa nan luluh

    Karena cinta yang kau buat suluh

    Membakar diri ini sampai runtuh






    komentar (0)

    TOP
    Link ke posting ini


    Sajak-Sajak Kematian Cinta
    Diposkan oleh www.cinta-syamsudin@blogspot.com

    Saat tatapan mata meneteskan kasih

    Secercah cahaya cinta menyinari hati

    Menghuni di dalam palung jiwa

    Mengalir bersama aliran darah

    Saat detak jantung menghitung jemari kematian

    Di sela-sela kasih tak bernyawa

    Bisu membeku membatu laksana arca

    Menatap kehidupan tak berdaya

    Merasakan sakitnya guratan pedang

    Pada sorot mata tak bercahaya


    Hidup serasa di hijab dinding hitam

    Saat cinta terpenjara jeruji api

    Berkobar menggebu membakar jiwa

    Memaksa berlari meninggalkan cinta

    Berlari dan berteriak mendaki awan

    Meraih bintang dan membelahnya

    Membagi, kemudian ditinggalkan

    Sampai kematian tertawa ria


    Kau yang memaksaku menemuinya

    Kau memaksa aku menyakitinya dan menyakitimu

    Kau mencintaiku dan ingin membunuhku

    Kau mencintaiku dan mengusirku


    Siapa kau? Aku mengenalmu

    Lantas kenapa kau hadir disini saat yang lalu ?

    Kenapa kau memberi apa yang kau pinta ?


    Baik ! aku akan pergi

    Menemuinya dan membawanya padamu

    Tunggu mentari terbit

    Dia akan datang dan aku akan pergi

    Tertawalah kau disana








    komentar (0)

    TOP
    Link ke posting ini


    Lindungi Aku
    Diposkan oleh www.cinta-syamsudin@blogspot.com

    Sajak Syamsudin


    Jangan dulu menutup pintu yang telah terisi

    Aku telah diusirnya disaat aku haus

    Aku ditendang bagaikan serigala

    Aku dituding bagaikan pendosa hina

    Dia memang di sini, tapi dia ingin aku pergi dan membawanya

    Aku tidak menginginkan aku di sini

    Namun, aku butuh tempat dari cintanya

    Kau pasti tahu, pintu hati tidak hanya satu


    Lihat ! ia datang membawaku

    Dibelakangnya bunga yang terbakar

    Tangannya menggenggamku di dalam ember

    Saat apinya berkobar

    Ia malah membuang air dan menumpahkan aku

    Sejak itu aku tak berdaya terhanyut

    Dia pun kaku terbakar rasa

    Hanya kau yang utuh dan kasihmu

    Kau bisa melindungiku di sisi kasihmu

    Biarkan saja aku seperti ini di sini

    Selama kau buka pintu yang terbuka

    Aku akan berdiri ditengahnya

    Menatapmu dan cinta pilihanmu

    Agar aku juga merasakan senyummu

    BalasHapus