Pondok Pesantren Nadwatul Banin-Nadwatul Banat didirikan oleh Almarhum Almaghfurlah KH. Arsyad Ilyas kurang lebih pada tahun 1950an H. yang saat ini di asuh / dipimpin oleh putranya H. Anis Manshur.
Sepanjang rentang sejaranya pondok pesantren Nadwatul Banin – Nadwatul Banat konsisten berbuat untuk memperjuangkan syiar Islam yang diwujudkan kedalam aktivitas keagamaan.
Seiring perkembangan zaman, maka Pondok Pesantren Nadwatul Banin – Nadwatul Banat berupaya mengembangkan metode-metode pengajiannya yang diantaranya mengadakan Madrasah Diniyyah yang merupakan pengajian berjenjang dari kelas I sampai kelas III dengan materi yang tentunya berbeda sesuai dengan jenjangnya masing-masing.
woy klo buat cerita buat pondok yang bagus dong, jangan buru-buru. coba tolong di beresin lagi yach...... biar ada manfaat dan peminat untuk para alumni.
BalasHapusklo ga minta tolong sama kang udin suruh buatin brosur kegiatan nadwatul banin wal banat yach......... jangan lupa di beresin yach..........?
oy ded nanti kasih foto lingkungan N-B yach....... yang banyak biar seru ox coy........
BalasHapusDalam sejarah perjuangan umat Islam Indonesia, terutama pada masa perjuangan kemerdekaan, santri dan ulama merupakan salah satu ujung tombak pergerakan melawan penjajah. Dalam perang 10 Nopember 1945 di Surabaya, misalnya, kaum ulama mengeluarkan Resolusi Jihad yang disuarakan oleh K.H. Hasyim Asy’ari sehingga umat Islam bangkit melawan penjajah dengan perhitungan mati syahid. Di Aceh, kaum ulama yang sebagiannya juga tokoh tareqat mempelopori perang melawan penjajah pada masa dulu. Hikayat Perang Sabil merupakan syair yang digubah para ulama Aceh untuk mengobarkan semangat jihad dan mati syahid bagi rakyat Aceh dalam mengusir kaum kaphe (kafir) atau penjajah.
BalasHapusUlama dan santri merupakan dua senyawa yang sangat akrab di telinga masyarakat Islam di Indonesia. Fakta ini pula yang menjadikan perkembangan Islam di Indonesia sangat khas dan unik. Clifford Geertz, umpamanya, adalah salah seorang antropolog asing yang akrab dengan Indonesia. Ia meneliti tentang priyayi, santri, dan abangan di sebuah daerah di Jawa Timur. Sungguh banyak peneliti asing yang menjadi ahli Indonesia, khususnya sebagai pakar mengenai dunia santri atau dunia Islam di Indonesia.
Abdul Munir Mulkhan dalam buku Runtuhnya Mitos Politik Santri: Strategi Kebudayaan dalam Dakwah Islam (1994: 1) menjelaskan bahwa kata “santri” dalam khasanah kehidupan bangsa dan masyarakat Islam di Indonesia memiliki dua makna. Pertama, menunjuk ke sekelompok peserta sebuah pendidikan pesantren atau pondok. Kedua, menunjuk ke akar budaya sekelompok pemeluk Islam sebagaimana juga dimaknai oleh Clifford Geertz. Tulisan ini mengacu pada santri dalam pengertian pertama yang dibuat oleh Mulkhan tersebut.
Menurut Mulkhan –berdasarkan definisi kedua–, santri sebagai golongan merupakan lapisan minoritas Muslim di tengah mayoritas pemeluk Islam. Namun, dalam berbagai kesempatan, lapisan ini mencerminkan kecenderungan perilaku sekitar 140 juta pemeluk Islam di Indonesia, khususnya di bidang politik. “Jika semula status mereka di tengah komunitas Muslim dan masyarakat Indonesia ditentukan oleh posisi ekonomi dan latar belakang pendidikannya, setelah lebih 40 tahun Indonesia merdeka, golongan ini telah mengalami banyak perubahan, baik di bidang ekonomi maupun politik,” tulis Mulkhan.
Citra Dunia Santri
Sekarang, sudah 60 tahun lebih Indonesia merdeka, peran politik dan ekonomi santri tentu kian berubah dalam pengertian yang lebih baik atau mungkin sebaliknya. Apalagi, situasi ekonomi dan politik Indonesia pascakemerdekaan mengalami pemusatan pada agen-agen pengusaha dan penguasa nasional. Pada masa akhir Orde Baru dan masa reformasi, situasi ekonomi dan politik nasional sangat ditentukan oleh agenda-agenda politik dan ekonomi negara-negara kaya. Pemerintah dan rakyat Indonesia memikul utang luar negeri yang tinggi dan bersamaan dengan itu juga dilanda wabah penyakit korupsi yang kian menggila.
Khusus masyarakat muslim Indonesia, tentu saja masih disergap penyakit anti-Islam yang datang dari sejumlah kalangan masyarakat dan pemerintah Indonesia sendiri. Sentimen anti-Islam belakangan ini datang lagi dari negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan sekutunya. Kasus penangkapan dan penahanan Abu Bakar Ba’asyir (Majelis Mujahidin Indonesia) dan tuduhan bahwa pesantren telah menjadi sarang kaum teroris hingga rencana pemerintah mengawasi atau mengontrol dunia pesantren pada masa Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI merupakan sebagian contoh nyatanya.
Santri dan dunia pesantren dipenuhi citra atau stigma yang menakutkan, sementara sedikit sekali media massa atau lembaga kemasyarakatan yang berusaha mengangkat sisi yang sesungguhnya dari dunia santri dan pesantren. Akibatnya, masyarakat santri di pesantren dipandang oleh masyarakat umum nonpesantren dalam dua pemahaman yang merugikan.
Pertama, masyarakat santri di pesantren dipahami sebagai kelompok yang semata-mata berlajar agama dan kitab-kitab Islam tanpa peduli pada masalah-masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat umum.
Kedua, dunia santri dan pesantren dicitrakan sebagai dunia yang tertutup atau eksklusif sehingga dekat dengan keterbelakangan, kekumuhan, dan kebodohan atas perkembangan dunia modern.
Pada sisi lain, tokoh-tokoh santri dari pesantren yang telah mengorbit menjadi tokoh nasional, baik sebagai politisi, intelektual atau cendekiawan, pengusaha, dan da’i tak sepenuhnya bisa meluruskan citra santri dan dunia pesantren yang sudah dicap negatif tadi.
Dalam kaitannya dengan perang citra di atas, masyarakat Islam dari kalangan santri maupun nonsantri jelas-jelas berhadapan dengan “kebathilan (musuh) yang tidak kelihatan”. Kebathilan yang tidak tampak itu tentulah tidak serupa dengan sosok kaum penjajah di zaman penjajahan sebab ia hidup dalam format kekuatan modal (uang), sains dan teknologi, serta ideologi (atau pemikiran filosofis yang rasional dan gampang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari). Berbagai karya tulis, hasil riset, media cetak dan elektronik langsung siar, barang-barang kebutuhan hidup langsung saji dari pabrik, teknologi dunia maya seperti internet atau handphone (HP), dan lain-lain merupakan hasil dahsyat dari kekuatan modal (uang), sains dan teknologi, serta ideologi tersebut.
Sikap Santri Masa Kini
BalasHapusSecara emosional mungkin kita akan menyikapi masalah di atas dengan tindakan kekerasan atau teror. Tentu saja ada pengecualian atas tindakan teror atau bom bunuh diri yang dilakukan oleh para pejuang muslim di negara Palestina, Irak, atau Afghanistan atas penjajahnya. Secara terang, kita akan membedakan masalah-masalah tersebut dalam situasi damai dan situasi perang. Pada masyarakat Islam di Indonesia masa kini jelaslah sedang berada dalam situasi damai.
Oleh sebab itu, respon kaum muslim atas berbagai citra negatif di atas mesti dilakukan secara produktif. Umpamanya, kita membuat tulisan ilmiah atau melakukan penelitian yang bertujuan menjelaskan karakter masyarakat muslim dalam hidup sehari-hari. Bisa juga kita membuat teknologi tepat guna dan murah untuk menggiling singkong menjadi kerupuk atau merancang model pertanian sayur-mayur dengan pupuk kompos (tanpa pupuk kimia) dan lain-lain. Intinya, kita melakukan semua hal agar dapat digunakan oleh orang banyak tanpa membedakan agama, suku, dan status sosial. Kaum santri memiliki peluang besar untuk bereksperimen melakukan kegiatan amal-usaha tersebut. Dengan demikian, kita telah menerapkan (setelah menghapal!) salah satu sikap hidup dalam Islam, yaitu “sedikit berbicara dan banyak bekerja untuk kebaikan”. Lantaran itu, biarlah orang lain menilai bahwa sikap hidup dalam Islam bukanlah kekerasan atau teror.
Masih banyak yang bisa dilakukan kaum santri sebagai salah satu lapisan kekuatan agama Islam dan kebudayaan Indonesia. Para santri bisa menjadi pelopor perdamaian atau menjadi pencetus solidaritas sosial dalam masyarakat ketika bangsa Indonesia mengalami berbagai konflik dan bencana alam.
Di samping terus mengkaji dan mengembangkan nilai-nilai Islam di pesantren sebagai tugas pokok, kaum santri dapat saja menyumbangkan amal-ibadahnya untuk kemajuan bangsa Indonesia. Suatu waktu, kaum santri mungkin akan membangun kekuatan ekonomi di tingkat desa sehingga bisa membuka lapangan kerja sekaligus menerapkan prinsip-prinsip dalam Islam tentang gaji buruh, zakat harta, tanggung jawab lingkungan, dan seterusnya.
Mungkin harapan di atas terlalu berat dan berlebihan, tetapi para santri bisa menyusun agenda amal-ibadah atau amal-usaha sesuai pemikirannya sendiri dan berdasarkan situasi serta kondisi lingkungannya masing-masing. Kenyataan yang tidak bisa diingkari oleh kita saat ini bahwa bangsa Indonesia sedang dilanda musibah nasional berupa bencana alam dan kemiskinan permanen yang diderita oleh sebagian rakyat. Pada bagian lain, sebagian besar pejabat pemerintah dari tingkat pusat hingga daerah mengidap penyakit korupsi. Tindakan korupsi tersebut sudah difatwakan haram oleh para ahli fiqh dalam beberapa tahun terakhir ini. Namun, tentu saja kita tidak bisa menyeret pelaku korupsi itu dalam pengadilan syari’ah sebab Indonesia merupakan negara multikultur dan agama (bukan negara Islam). Kita hanya bisa mengampanyekan cara hidup yang Islami, yaitu menghindari memakan barang haram atau menghindari memakai fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. Sikap hidup dalam ber-Islam sesungguhnya banyak terhampar luas dalam kisah para Nabi Allah dan kisah para sahabat Rasulullah Muhammad SAW.
Dalam sejarah kekhalifahan Islam pun banyak terdapat rujukan mengenai akibat pemerintahan yang korup dan dampak positif pemerintahan yang adil-sejahtera. Sebagai contoh, Abu Dzar al-Ghiffari adalah salah seorang tokoh pembela orang miskin pada masa pemerintahan Utsman bin Affan yang dijangkiti korupsi. Abu Dzar sendiri tak pernah silau pada harta dan kekuasaan. Ia pun wafat dalam kesepian dan kemelaratan, tetapi jiwanya bergelimang cahaya kehormatan dan kemuliaan. Lebih mengagumkan lagi, ia selalu didukung dan ditemani oleh istrinya yang tak kalah zuhud-nya.
Untuk kaum muslimin di Indonesia, khususnya para santri, mungkin perlu bercita-cita menjadi orang kaya-raya sehingga bisa membangun industri dengan gaji buruh yang maha tinggi. Melalui kekayaan itu, sang muslim atau sang santri kelak bisa pula membangun dunia pertanian atau membuka usaha perdagangan yang melibatkan banyak pekerja dengan hak-hak yang maha layak.
Banyak hal yang bisa dicita-citakan dan ini bukan mengkhayal, sebab cita-cita itu merupakan rencana hidup dengan ukuran-ukuran yang kita buat sendiri. Kalau cita-cita untuk kebaikan atau demi orang banyak, mana mungkin Allah Swt tidak mempertimbangkannya. Jadi, tidak salah, bukan?
Kau tersenyum bahagia saat gelombang melipat jasadku
BalasHapusKau menangis saat mutiara menghujaniku
Kini aku tertawa, manakala ia tersenyum
Aku bersedih saat kau yang tersenyum
Kau lari terbirit ketenggara
Membawa seorang pecinta yang bodoh nan suci
Kau berbangga dengan kebodohannya
Memaksa agar ia berkata ada cinta
Kau kira aku percaya?
Aku memang bangga ketika kau tertawa bimbang
Kau saja yang bodoh!
Membawa majnun kedasar samudra di era yang gila
Jangan menangis dan menyesal didepanku
Cari kasihmu yang bodoh dan tersakiti
Aku telah berdosa untuk mencintaimu
Aku telah mengganti tangis dengan tawa
Jangan salahkan dia!
Dia sama bodohnya dengan kasihmu yang tolol
Hanya kita berdua tahu
Kita berdua yang berdosa
Biarkan ia kita miliki, sampai tahu dan menerima
Sekarang pergilah!, atau kau ingin aku pergi dulu ?
Jangan pernah bertemu lagi
Kita sama-sama gila, bahagia dan sakit
Tersenyumlah dalam jeritku dan jeritmu
komentar (0)
TOP
Link ke posting ini
Aku Yang Menanamnya
Diposkan oleh www.cinta-syamsudin@blogspot.com
Laksana badai menerpa perahu besi raksasa
Menghacurkan dan mengkaramkannya kedasar samudera
Itulah saat badai berputar membawa pesan darimu
Kau berkata panjang dalam deretan duka
“Aku disini telah bahagia bersama orang lain
Damai dan jangan kau lemparkan cintamu lagi
Lelah tak berdaya aku terpedaya oleh kasih sayangmu
Yang kau beri dan sekarang berubah menjadi duri
Saat bunga dimusim panas mekar bersemi
Cintamu hanya akan menusuk perasaan diantara taman bunga
Aku percaya kebun anggur yang kita tanam
Telah memabukan hati selama itu…
Namun, semua telah terlambat
Seorang asing telah datang membawa ember
Dan menyiram kebun yang kau tanam
Pria itu kini tidak asing, pria itu dirimu
Dirimu yang kunantikan tidap pernah datang
Sehingga aku menggantinya atau menganggapnya
Salahkah aku, menggantimu karena kau hanya diam
Saat kebun ini butuh air segar agar tetap tumbuh”
Cinta, aku masih ingat kata yang kau ucapkan itu
Kura-kura payah itu membisikanku
Agar aku kembali mengejarmu dengan menunganginya
Bodohkan aku? Mengejar kijang dengan si kura-kura
Kau yang berkata terlambat
Kau yang menyuruhku cintaku lari
Aku tak bisa apa kecuali berteriak dan menangis
Silahkan kau hardik dan marahi aku sepuasnya
Bencipun taka pa
Satu yang harus kau miliki dari untaian kebohonganku
Aku bangga pernah menanam bunga untukmu
Walaupun kebun itu kini kalian siram
Namun, satu tanaman bunga itu takkan pernah mati
Karena itulah kebun itu ada, dariku
Senin malam, Desember 2008
Aku Bangga Pernah Mencintaimu
Serigala hina itu ikut lari
Terbirit bersembunyi di arah utara bersama diriku
Ketika kau berteriak
Jangan ganggu aku dengan kedamaian kami
Aku bahagia dengan kekasihku
Cinta, aku tersinggung
Juga berbalas teriak
Aku diriku…
Yang tidak pernah berhenti mengejarmu
Walau lautan berubah menjadi api
Tapi takkan mampu membakar sya’ir
Dimana bait-baitnya kita susun
Cinta, kau memaksa dan marah
Mengusirku bagai kucing lapar mencuri ikanmu
Kau bangun tabir raksasa untuk memisahkan kita
Kau belah bumi agar aku menghilang
Hingga aku menyerah dan tersenyum darah
Cinta, tidak usah laut emosi tumpah
Tak apa namaku telah terhapus
Tak apa cinta telah padam
Tak apa kasih sayang telah terbang
Tak apa cinta, itu memang pantas
Buat pecinta seperti diriku
Yang tolol bodoh dan tak berarti
Ijinkan satu untukmu
Biarkan aku bangga pernah memilikimu
Senin malam, Desember 2008
komentar (0)
TOP
Link ke posting ini
Sekarang kita berpisah
Diposkan oleh www.cinta-syamsudin@blogspot.com
Lihat bunga itu!
Sekarang mekar saat tangan kita tak pantas mengelusnya
Meraba dan menyiramnya agar tetap mekar
Aku masih merasakan harum wanginya
Bagaimana dengan kau cinta?
Cinta! Masikah kau merasakannya?
Cinta, dimana kau? Lihat bunga ini!
Aku tidak gila tapi aku tidak sadar
Aku ingat betul karang keras ditengah ombak itu
Kau mengatakan itu cinta kita ?
Kau tersenyum dan melingkarkan jari kelingkingmu
Sedangkan aku mengangguk-angguk
Memegang tanganmu sembari melempar awan
Dengan batu kerikil yang memercikan air
Terjatuh karena tidak sampai menyentuhnya
Eh, cinta kamu ingat tidak ?
Pelangi yang menggurat langit
Saat itu kau marah dan cemberut
Padahal aku hanya bilang
Keindahan pelangi laksana cintamu padaku
Yang hadir sesaat menghiasi kehidupan
Oh, betapa cantiknya saat kau cemberut
Betulkan cinta?
Cinta……..
Cinta……. Kamu kemana?
Aku masih disini
Cinta, kau telah pergi?
Cinta.... pergilah dan tersenyum
komentar (0)
TOP
Link ke posting ini
Kebimbangan
Diposkan oleh www.cinta-syamsudin@blogspot.com
Saat Akal beku tak menentu
Mendebarkan jantung mengombang-ambing hati
Mencarut marut tirani
Mencari kebenaran menutup kalbu
Dengan naluri yang terselimuti kelabu
Perasaan itu tidak pernah lenyap
Berteriak memanggil dengan sayup
Memangsa diri sendiri
Korbankan jiwa yang suci
Membakar jawaban sang indera
Atau menentukan akal yang tak percaya
Tak berdaya, tak kuasa dan tak terasa
Hati ini guncang bagai diterjang gelombang
Yang datang beradu silih berganti
Mengikis mengiris karang keras nun teguh
Memaksa berkata siapa yang kuat dan hebat
Ia kutinggalkan dan ia mengejar
Ia kudatangi dan ia mengejar
Sungguh aku pasrah terkapar
Bagai badan yang tertampar-tampar
Aku menjerit membelah nuansa tegar
Meremukan hati yang telah pudar
Dipaksanya untuk gentar
Tapi ia menganggap ia paling benar
Aku bimbang diantara pilihan
Aku mati diantara keputusan
Aku terikat jeruji paksaan
komentar (0)
TOP
Link ke posting ini
Kebimbangan
Diposkan oleh www.cinta-syamsudin@blogspot.com
Saat Akal beku tak menentu
Mendebarkan jantung mengombang-ambing hati
Mencarut marut tirani
Mencari kebenaran menutup kalbu
Dengan naluri yang terselimuti kelabu
Perasaan itu tidak pernah lenyap
Berteriak memanggil dengan sayup
Memangsa diri sendiri
Korbankan jiwa yang suci
Membakar jawaban sang indera
Atau menentukan akal yang tak percaya
Tak berdaya, tak kuasa dan tak terasa
Hati ini guncang bagai diterjang gelombang
Yang datang beradu silih berganti
Mengikis mengiris karang keras nun teguh
Memaksa berkata siapa yang kuat dan hebat
Ia kutinggalkan dan ia mengejar
Ia kudatangi dan ia mengejar
Sungguh aku pasrah terkapar
Bagai badan yang tertampar-tampar
Aku menjerit membelah nuansa tegar
Meremukan hati yang telah pudar
Dipaksanya untuk gentar
Tapi ia menganggap ia paling benar
Aku bimbang diantara pilihan
Aku mati diantara keputusan
Aku terikat jeruji paksaan
komentar (0)
TOP
Link ke posting ini
Ketika Akal Dan Hati Berbicara
Diposkan oleh www.cinta-syamsudin@blogspot.com
Jangan kau tuduh aku menuduh mereka
Para pencari Tuhan yang tak pernah binasa
Bukan pula mereka
Penghuni gua-gua gelap tak bercahaya
Mereka yang selalu bertarung dan berniaga
Seakan dirinya Tuhan atau ia yang pengada
Dia, akal dan hatiku memang berkata
Berkata tentang suka duka dan cipta
Dari sebuah cinta yang kini binasa
Binasa atas nama bahagia
Memaksa hati menjadi kiblatnya
Membuka akal yang tak berdaya
Semua di paksa tak berirama
Membuang aku katanya
Sebab dia aku menderita
Hati dan akal tetaplah karang
Tidak akan hilang dan melayang
Bersembunyi di balik tuhan pun dihadang
Semua telah Dia berikan dengan kasih sayang
Lantas kenapa, mereka kau buang
Yang sekarang hinggap di jiwa yang malang
Kau bukan gunung yang menjulang
Mampu menindas sukma sampai hilang
Laksana hutan yang ditebang
Mengusir semua binatang jalang
Bukan akal dan hatimu yang salah
Kau bilang karena cinta yang patah
Hingga dirimu dan diriku kehilangan arah
Bagaikana raga ditinggalkan ruh
Hancur binasa nan luluh
Karena cinta yang kau buat suluh
Membakar diri ini sampai runtuh
komentar (0)
TOP
Link ke posting ini
Sajak-Sajak Kematian Cinta
Diposkan oleh www.cinta-syamsudin@blogspot.com
Saat tatapan mata meneteskan kasih
Secercah cahaya cinta menyinari hati
Menghuni di dalam palung jiwa
Mengalir bersama aliran darah
Saat detak jantung menghitung jemari kematian
Di sela-sela kasih tak bernyawa
Bisu membeku membatu laksana arca
Menatap kehidupan tak berdaya
Merasakan sakitnya guratan pedang
Pada sorot mata tak bercahaya
Hidup serasa di hijab dinding hitam
Saat cinta terpenjara jeruji api
Berkobar menggebu membakar jiwa
Memaksa berlari meninggalkan cinta
Berlari dan berteriak mendaki awan
Meraih bintang dan membelahnya
Membagi, kemudian ditinggalkan
Sampai kematian tertawa ria
Kau yang memaksaku menemuinya
Kau memaksa aku menyakitinya dan menyakitimu
Kau mencintaiku dan ingin membunuhku
Kau mencintaiku dan mengusirku
Siapa kau? Aku mengenalmu
Lantas kenapa kau hadir disini saat yang lalu ?
Kenapa kau memberi apa yang kau pinta ?
Baik ! aku akan pergi
Menemuinya dan membawanya padamu
Tunggu mentari terbit
Dia akan datang dan aku akan pergi
Tertawalah kau disana
komentar (0)
TOP
Link ke posting ini
Lindungi Aku
Diposkan oleh www.cinta-syamsudin@blogspot.com
Sajak Syamsudin
Jangan dulu menutup pintu yang telah terisi
Aku telah diusirnya disaat aku haus
Aku ditendang bagaikan serigala
Aku dituding bagaikan pendosa hina
Dia memang di sini, tapi dia ingin aku pergi dan membawanya
Aku tidak menginginkan aku di sini
Namun, aku butuh tempat dari cintanya
Kau pasti tahu, pintu hati tidak hanya satu
Lihat ! ia datang membawaku
Dibelakangnya bunga yang terbakar
Tangannya menggenggamku di dalam ember
Saat apinya berkobar
Ia malah membuang air dan menumpahkan aku
Sejak itu aku tak berdaya terhanyut
Dia pun kaku terbakar rasa
Hanya kau yang utuh dan kasihmu
Kau bisa melindungiku di sisi kasihmu
Biarkan saja aku seperti ini di sini
Selama kau buka pintu yang terbuka
Aku akan berdiri ditengahnya
Menatapmu dan cinta pilihanmu
Agar aku juga merasakan senyummu